“PERPUSTAKAAN SEMUA RUANG”:
SEBUAH UPAYA MEMBENTUK PUSAT SUMBER BELAJAR YANG MENYENANGKAN
Oleh: Heri Kurniawan
Balai Dikmen Kulonprogo DIY
Perpustakaan adalah “jantung” pendidikan. Sebuah jargon yang begitu lekat di dunia pendidikan, sering pula disebut sebagai modal yang cukup hebat untuk bangsa, guna menjadi negara yang lebih maju.
Gaung program literasi sudah dari dulu berkumandang, mulai dari program wakaf buku, program bulan kunjung perpustakaan, sampai program GLS (Gerakan Literasi Sekolah) sebagai yang paling hangat di ingatan. Bahkan ada sekolah yang telah melaksanakannya dengan mewajibkan siswa membaca buku non teks pelajaran di pagi hari secara bersama-sama.
Peluncuran program pada awalnya biasa berhias tepukan hangat semua unsur pendidikan. Namun, dengan lambat laun gaungnya akan hilang, kegiatan literasi hanya terdengar samar-samar, apalagi di sekolah, yang pada notabenenya adalah kawah candradimuka pembentukan karakter generasi bangsa. Fenomena yang selalu dianggap “biasa” yang sebenarnya begitu ironis.
Kebiasaan mementingkan formalitas dari pada konkritsitas dalam hal budaya literasi mesti dicermati bersama. Budaya baca tidak dapat dipaksakan pada seseorang. Penanaman kebiasaan butuh proses yang berkelanjutan.
Setiap budaya tidak bisa ditanam secara instan dan disanalah peran perpustakaan layak dikedepankan. Untuk itu perlu pula kesadaran semua pihak akan peran vital perpustakaan di sebuah institusi pendidikan.
Literasi di sekolah bisa berkembang jika semua praktisi di dunia pendidikan sadar akan pentingnya baca tulis. Membaca tidak hanya sebatas melek huruf saja. Namun, lebih pada kesadaran mencari informasi, dari sana nanti didapat yang namanya minat baca, yang mengandung makna filosofis jika pendidikan adalah sepanjang hayat. Pemberantasan buta huruf di negeri ini kini sudah dalam taraf menggembirakan tapi untuk minat membaca ternyata masih memperihatinkan.
Pada pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan disebutkan perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa.
Adapun pada pasal 4 dinyatakan perpustakaan bertujuan memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dari dua pasal diatas jelas jika payung hukum tentang perpustakaan telah dikumandangkan, tinggal bagaimana masyarakat memahami dan mengamalkan dari apa yang telah ada.
Pada praktek mengelola perpustakaan, khususnya perpustakaan sekolah tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Pengelolaan teknis memang dapat lebih mudah dipelajari, tapi bagaimana hubungannya dengan pemanfaatan koleksi, ini yang menjadi tantangan tersendiri bagi pengelolaan perpustakaan sekolah. Program Gerakan Literasi Sekolah mesti dituntaskan sampai tujuannya, bukan hanya program yang lebih mementingkan retorika dan hiasan tepukan tangan.
Ilmu pengetahuan adalah hak dari setiap warga negara, untuk itu diperlukan langkah jitu mendekatkan perpustakaan dengan pemustaka. Pengelolaan perpustakaan dengan orientasi koleksi yang lengkap dan dengan predikat juara lomba perpustakaan sudah selayaknya kita lupakan sejenak. Lomba perpustakaan tentu tidak salah jika kita jadikan motivasi untuk maju. Namun, lebih indahnya jika orientasi diarahkan ke layanan perpustakaan dan peningkatan pemanfaatan koleksi.
Salah satu yang menarik dalam perkembangan dunia perpustakaan adalah masalah keterbatasan ruangan, ditandai dengan koleksi perpustakaan yang terus berkembang dari sisi kuantitas dan ruang yang tidak bisa diperluas lagi. Untuk itulah tercetus konsep “perpustakaan semua ruang”, dimana semua “sudut” di sebuah sekolah bisa dijadikan perpustakaan. Perpustakaan mesti dikelola dengan hebat jika ingin dunia pendidikan hebat, yang pada muaranya kita menjadi bangsa yang berbudaya literasi dengan prestasi yang hebat pula.
Rata-rata perpustakaan sekolah memiliki masalah klasik, terutama berkaitan dengan ruang perpustakaan. Koleksi yang selalu berkembang setiap tahunnya tidak diimbangi dengan pelebaran gedung perpustakaan, begitu pula gudang perpustakaan semakin hari semakin penuh. Akibatnya masalah penempatan koleksi menjadi sembarangan, bahkan buku mesti ditempatkan di tempat yang kurang layak, seperti dilantai tanpa alas, dilorong antar ruang dan di area parkir. Penempatan koleksi pada tempat yang tidak ideal tentu akan menjadikan lebih mudah rusak, pada ujungnya tidak layak untuk digunakan kembali.
Pemecahan masalah ruangan perpustakaan sempit yang tidak dapat diperlebar pada saat ini bukan hanya berkaitan soal dana pembangunan. Namun, memang lebih pada luas tanah yang sudah menyempit, hal ini terjadi terutama di sekolah-sekolah perkotaan. Bangunan vertikal mungkin dapat dijadikan solusi, tapi tentu butuh dana pembangunan begitu besar.
Hasil penelitian internasional, Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2015 tentang kemampuan membaca siswa juga menyebutkan bahwa kemampuan membaca siswa di Indonesia menduduki urutan ke-69 dari 76 negara yang disurvei. Peringkat tersebut lebih rendah dari negara Vietnam yang berada di posisi 12, hal ini begitu ironis jika dilihat negara Vietnam masih terlibat konflik perang saudara pada tahun 70-an. Rendahnya minat baca menjadi tantangan tersendiri bagi pengelola perpustakaan sekolah. Idealnya perpustakaan dapat dijadikan sebagai sumber belajar yang menyenangkan. Namun, yang terjadi kini, rata-rata ruang perpustakaan sekolah tidak layak, bahkan terkesan membosankan.
Perpustakaan Semua Ruang
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Perpustakaan didefinisikan sebagai tempat, gedung, ruang yang disediakan untuk pemeliharaan dan penggunaan koleksi buku dan sebagainya.
Menurut pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan disebutkan perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.
Ada pula yang mendefinisikan perpustakaan sebagai kumpulan buku atau bangunan fisik tempat buku dikumpulkan, disusun menurut sistem tertentu untuk kepentingan pemakai (Qalyubi,2007:4)
Dari definisi-definisi diatas, perpustakaan memang identik dengan ruangan atau gedung. Namun, dalam perkembangannya definisi perpustakaan mengalami transformasi. Dari definisi awal sebagai ruangan menjadi lebih terfokus pada sistem yang digunakan pengelolaan koleksi.
Pada saatnya nanti perpustakaan memang tidak identik dengan gedung atau ruang, pernyataan tersebut bukan berarti tanpa alasan dan sebab, berikut ini alasan dan sebab yang dapat dikemukakan;
- Majunya teknologi informasi
Teknologi informasi mengubah perilaku informasi di semua bidang, termasuk bidang perpustakaan. Informasi apapun dapat diperoleh dimana saja. Teknologi digital memudahkan manusia dalam memperoleh informasi dan pengetahuan. Untuk itulah muncul istilah perpustakaan digital. Perpustakaan dalam hal ini tidak terbatas oleh ruang. Namun, tetap konsekuen dengan aturan-aturan yang mengikat. Pada saatnya nanti akan terjadi masyarakat tanpa kertas, dalam munculah istilah perpustakaan digital.
- Semakin beragamnya jenis koleksi perpustakaan
Semakin majunya dunia teknologi informasi menimbulkan konsekuensi pula pada hal jenis koleksi. Koleksi perpustakaan tidak hanya terbatas pada koleksi cetak, tapi ada pula koleksi non cetak. Seperti dijelaskan dalam pasal 12 (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 24 tahun 2014 tentang pelaksanaan undang-undang nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan, disebutkan jenis koleksi perpustakaan berbentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam dalam berbagai media yang terdiri atas fiksi dan nonfiksi.
Dalam perkembangannya koleksi perpustakaan lebih banyak pada koleksi non cetak seperti; CD/VCD, koleksi berbentuk soft file yang terdapat dalam bentuk digital, dan akses bisa di mana saja lewat koneksi internet, sehingga pengelola perpustakaan dan pemustaka bisa tanpa tatap muka. Dengan beralihnya koleksi cetak ke koleksi digital, tentunya akan terjadi perpustakaan di semua ruang atau di semua tempat pemustaka bisa mengakses informasi.
- Semakin sempitnya lahan area untuk perpustakaan
Alasan selanjutnya adalah pada kenyataannya kondisi lahan di sekolah pada saat ini sulit untuk diperluas. Hal ini “memaksa” untuk solusi lain yang lebih mudah dan murah, yaitu salah satunya dengan menjadikan perpustakaan bukan hanya ruangan saja, tapi lebih pada sistem digital tanpa ruang yang lebih hemat ruang.
Dari alasan-alasan diatas tentang perpustakaan yang ke depannya tidak terbatas ruang, maka munculah ide “Perpustakaan Semua Ruang”.
Konsep “Perpustakaan Semua Ruang” adalah konsep perpustakaan yang menjadikan semua ruangan di dalam gedung digunakan sebagai perpustakaan. Intinya disetiap ruangan akan terdapat koleksi yang sesuai kebutuhan.
Langkah-langkah Pelaksanaan “Perpustakaan Semua Ruang”
Perencanaan
Menurut George R. Terry Perencanaan (planning) adalah sebagai dasar pemikiran dari tujuan dan penyusunan langkah-langkah yang akan dipakai untuk mencapai tujuan. Merencanakan berarti mempersiapkan segala kebutuhan, memperhitungkan matang-matang apa saja yang menjadi kendala, dan merumuskan bentuk pelaksanaan kegiatan yang bermaksud untuk mencapai tujuan.
T.Hani Handoko (1995) mengemukakan bahwa manfaat perencanaan adalah sebagai berikut:
- Membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan
- Membantu dalam kristalisasi persesuaian pada masalah-masalah utama
- Memungkinkan kepala memahami keseluruhan gambaran
- Membantu penempatan tanggung jawab lebih tepat
- Memberikan cara pemberian perintah untuk beroperasi
- Memudahkan dalam melakukan koordinasi di antara berbagai bagian organisasi
- Membuat tujuan lebih khusus, terperinci dan lebih mudah dipahami
- Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti
- Menghemat waktu, usaha dan dana
Perencanaan penting bagi setiap program ataupun kegiatan, dengan perencanaan program akan lebih terarah dan tepat sasaran.
T. Hani Handoko (1995) menyebutkan bahwa terdapat empat tahap dalam perencanaan:
- Menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan
Dalam hal ini, tujuan dari program “perpustakaan semua ruang” adalah meningkatkan minat baca atau budaya literasi siswa dan seluruh elemen sekolah, termasuk masyarakat di sekitar sekolah.
- Merumuskan keadaan saat ini
Pada tahap ini mesti dirumuskan keadaan sebenarnya dari budaya literasi di sekolah. Ada tingkatan budaya literasi di sebuah sekolah: pertama, budaya literasi rendah. Dalam tahap ini ditandai dengan sepinya perpustakaan, bahkan perpustakaan tidak dikelola dengan baik, dan tingkat kunjungan ke perpustakaan pun rendah. Kedua, budaya literasi sedang. Di sekolah yang berbudaya literasi sedang ditandai dengan kunjungan perpustakaan sudah mulai bergairah, dan perpustakaan pun telah dikelola dengan baik. Ketiga, budaya literasi tinggi. Di sekolah yang berbudaya literasi tinggi, gairah membaca sudah tampak di setiap sudut sekolah, nuansa akademis begitu kentara, pengelolaan perpustakaan pun sudah menuju terobosan-terobosan yang mendukung gerakan literasi di sekolah. Kegiatan budaya literasi selalu ada di perpustakaan sekolah, adapun kegiatan bersifat kontinyu dan terprogram baik.
- Mengidentifikasi segala kemudahan dan hambatan
Dalam perencanaan tahap ini, mesti diketahui apa saja hambatan dan kemudahan yang mendukung program “perpustakaan semua ruang”. Hal ini untuk memaksimalkan potensi yang dipunyai oleh sekolah. Kemudahan pendukung program yang perlu digaris-bawahi misalnya; Sumber Daya Manusia perpustakaan, kelengkapan koleksi, hingga potensi baca masyarakat sekolah. Lalu hambatan yang akan ditemui misalnya; payung hukum yang lemah, mindset yang salah dari masyarakat sekolah tentang membaca.
- Mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian tujuan
Rencana yang baik mesti mencakup pengembangan dan kerangka kegiatan, dalam hal ini mesti dijabarkan secara jelas dan detail, sehingga tidak ada perbedaan persepsi terhadap program.
Sosialisasi Program
Sosialisasi program menjadi kunci dari pencapaian tujuan. Sosialisasi bisa disampaikan saat kegiatan pembinaan pemustaka. Sasaran sosialisasi program adalah semua elemen sekolah, mulai dari guru, karyawan, siswa dan juga masyarakat sekitar sekolah.
Adapun fungsi dari sosialisasi adalah sebagai berikut:
- Memupuk rasa memiliki pada koleksi
- Meningkatkan taraf minat baca seluruh elemen sekolah
- Ajang literasi media dan informasi
Dalam sosialisasi program “perpustakaan semua ruang”, perpustakaan sekolah dapat melakukan kegiatan yang bisa meningkatkan minat baca masyarakat sekolah, misalnya; lomba resensi buku, lomba menulis cerpen, lomba baca puisi, lomba “ratu dan raja buku”, bisa pula mengadakan seminar yang bertema tentang pengembangan minat baca.
Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia di perpustakaan sekolah sampai saat ini rata-rata belum ideal. Alumni di bidang ilmu perpustakaan sebenarnya telah banyak tersedia. Namun, yang menjadi masalah adalah masalah dana. Penghargaan terhadap Pustakawan Tidak Tetap pun begitu minim. Bahkan ada yang hanya menerima honor sebesar ratusan ribu saja dalam sebulan. Pustakawan sebagai penggerak literasi di sekolah sudah layaknya diperhatikan.
Pengelola perpustakaan mesti dicari yang profesional, yang memiliki konpetensi tinggi di bidangnya, begitu juga dibekali dengan wawasan teknologi informasi yang mumpuni.
Menurut Pasal 34 ayat 1 PP nomor 24 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang nomor 43 tahun 2007 Tentang perpustakaan, Pustakawan harus memiliki kompetensi profesional dan kompetensi personal.
Kompetensi profesional sebagaimana dimaksud mencakup aspek pengetahuan, keahlian, dan sikap kerja. Sedangkan Kompetensi personal mencakup aspek kepribadian dan interaksi sosial.
Aspek pribadi yang menyenangkan menjadi utama disaat memberi layanan prima, sehingga perpustakaan akan menjadi tempat yang menyenangkan.
Automasi Perpustakaan
Penerapan Teknologi merupakan aspek penting dalam pengembangan perpustakaan sekolah. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan pasal 23 ayat 5 disebutkan Perpustakaan sekolah/madrasah mengembangkan layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Dari pasal diatas perpustakaan mesti menerapkan teknologi informasi dalam pengelolaannya. Ada berbagai perangkat lunak gratis yang ditawarkan seperti Slims dan INLIS.
Dengan penerapan teknologi informasi, maka layanan akan menjadi lebih efektif dan efisien.
Langkah-langkah penerapan teknologi informasi di perpustakaan secara ringkas adalah sebagai berikut:
- Pengadaan personal computer
- Menentukan software yang akan dipilih
- E-Library, peminjaman koleksi digital berbasih android.
- Diklat teknologi informasi untuk pengelola perpustakaan
- Entri data dan upload data base
- Pendidikan pemustaka
Perpustakaan juga mesti memiliki official media sosial seperti twitter, facebook, instagram, tikk tok, whatsApp dan lain-lainnya. Pemanfaatan jejaring sosial mesti dilakukan guna memperlancar komunikasi antara pengelola perpustakaan dan pemustaka.
Distribusi Koleksi dan Ruang
Dalam pelaksanaan program “Perpustakaan Semua Ruang”, semua ruang menjadi perpustakaan. Adapun distribusi koleksi bisa dilaksanakan sebagai berikut:
- Ruang Perpustakaan
Berisi buku cadangan dari semua koleksi yang dimiliki perpustakaan.
- Gudang Perpustakaan
Pada ruangan ini ditempatkan koleksi yang tingkat keterpakaiannya rendah atau koleksi-koleksi yang sudah tidak digunakan.
- Ruang kelas
Koleksi dapat ditempatkan di bagian belakang ruang kelas berbentuk rak sederhana. Adapun jenis koleksi bisa meliputi; buku paket pelajaran (selain yang dibawa pulang siswa) , kamus.
- Laboratorium Bahasa
Koleksi yang tepat ditempatkan di laboratorium bahasa meliputi; kamus, buku tata bahasa, jurnal tentang bahasa.
- Laboratorium Fisika
Koleksi yang cocok ditempatkan di laboratorium fisika adalah buku-buku pengayaan tentang ilmu fisika, kamus fisika.
- Laboratorium Kimia
Koleksi yang layak ditempatkan di laboratorium kimia adalah buku bacaan yang bersubyek kimia, kamus kimia.
- Ruang Komputer
Koleksi yang bisa ditempatkan di ruang komputer meliputi; kamus komputer, buku-buku yang bertema ilmu komputer.
- Tempat Ibadah
Koleksi yang patut di tempatkan di tempat ibadah meliputi kitab suci dan buku-buku yang bertemakan keagamaan.
- Ruang tamu
Di ruang tamu dapat diletakan koleksi berupa ensiklopedi, majalah, ataupun koleksi yang bersifat menghibur.
- Lobby
Di lobi sekolah sudah sepatutnya di letakan koleksi-koleksi terbaru dalam lemari display, sehingga koleksi-koleksi terbaru dapat diketahui oleh para warga sekolah.
- Lorong-lorong Kelas
Di lorong-lorong kelas mesti dipajang koleksi yang bersifat ringan dan menghibur seperti; majalah hiburan, buku-buku fiksi.
- Ruang Rapat
Pada ruang rapat sepatutnya diletakan koleksi yang bersifat mendukung proses pengambilan keputusan, seperti; koleksi terbitan pemerintah yang berhubungan dengan dunia pendidikan.
Pengelolaan Koleksi
Dalam “perpustakaan semua ruang”, koleksi perlu dikelola dengan seksama, diperlukan petugas-petugas yang handal dan juga cukup dari sisi kuantitas. Kontroling mesti dilakukan dengan intensitas yang sering dan kontinyu. Perpustakaan dapat melakukan sosialisasi yang maksimal tentang perawatan pustaka bagi semua masyarakat sekolah.
Pada setiap tempat yang terdapat rak buku ataupun rak display majalah diberikan informasi mengenai aturan pemakaian koleksi berikut sanksi jika melanggar aturan.
Solusi
Permasalahan |
Solusi |
Kurangnya SDM |
Pemberdayaan siswa dalam pengelolaan perpustakaan, dalam hal ini dapat dijadikan sarana untuk pendidikan karakter. |
Penolakan Program |
|
Keamanan Koleksi |
Pemberdayaan seluruh siswa dan semua warga sekolah menjadi sahabat perpustakaan, dengan demikian mereka memiliki dan akan memberdayakan koleksi dengan baik. |
Kesimpulan
- Kunci kemajuan sebuah bangsa adalah pendidikan, dan “jantung” pendidikan adalah perpustakaan. Untuk itulah perpustakaan mesti dikelola dan dimanfaatkan secara baik, sehingga menjadi pusat sumber belajar yang menyenangkan bagi semua warga sekolah.
- Konsep “Perpustakaan Semua Ruang” akan mendekatkan koleksi dengan pemustaka, sehingga koleksi perpustakaan lebih termanfaatkan.
- Diperlukan partisipasi semua elemen sekolah dalam penyukseskan konsep “Perpustakaan Semua Ruang”, sehingga terbentuk sekolah yang berbudaya literasi.
Harapan
- Dengan penerapan “Perpustakaan Semua Ruang” di sekolah, diharapkan minat baca di sebuah sekolah akan meningkat, sehingga budaya literasi bisa terlestari.
- Dengan pelaksanaan “Perpustakaan Semua Ruang” di sekolah, diharapkan tingkat keterpakaian koleksi perpustakaan akan meningkat, dengan begitu informasi yang ada dalam koleksi dapat tersebar dan bermanfaat bagi pemustaka.
- Dengan berjalannya budaya literasi di sekolah, pada muaranya diharapkan akan terbentuk generasi yang hebat dari sisi pengetahuan dan ketrampilan, serta menjadi generasi yang berdaya saing di tingkat global.
Daftar Pustaka
http://studimanajemen.blogspot.co.id/2012/08/fungsi-manajemen-menurut george-terry.html waktu akses tanggal 15 Nopember 2016 jam 10.30 WIB.
http://www.asikbelajar.com/2015/03/penjelasan-fungsi-manajemen-gr- terry.html waktu akses tanggal 15 Nopember 2016 jam 10.00 WIB.
Qalyubi Syihabuddin dkk.(2007). Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (1994). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
0 Komentar