Kegiatan

0 komentar
WORKSHOP PENYUSUNAN KONSEP PANDUAN KARAKTER SANTUN DAN RUKUN DI DIY TAHUN 2022
blog

Kegiatan Workshop Penyusunan Konsep Panduan Karakter Santun dan Rukun di Daerah Istimewa Yogyakarta Kegiatan Pendidikan Berbasis Budaya Dalam Rangka Pembinaan Muatan Lokal Tahun Anggaran 2022  merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Dikpora DIY bekerjasama dengan Pokja Ibu PAUD Daerah Istimewa Yogyakarta.  Kegiatan ini merupakan kegiatan yang bersumber dana dari Dana Keistimewaan Daerah istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2022

KONSEKUENSI DIY sebagai  kota pendidikan/kota pelajar, kota budaya, sekaligus kota wisata ? Warga DIY harus dapat mengelola keberadaan para pelajar dan mahasiswa, baik yang dari DIY maupun pendatang secara rukun dan damai ? Warga dan pendatang seharusnya mampu menerima dan menghargai perbedaan yang ada ? Berbagai perjumpaan elemen sosial-budaya yang melekat pada  masing-masing pendatang perlu diberi ruang keharmonisan dalam perbedaan.

KENAPA SANTUN DAN RUKUN HARUS DIUPAYAKAN?? Santun dan rukun perlu diupayakan secara harmonis dengan mengedepankan esensi dari masing-masing sosial-budaya ? Masing-masing elemen sosial-budaya mempunyai konsep santun dan rukun dalam wujud yang berbeda namun esensinya relative sama.

BAGAIMANA JIKA SANTUN DAN RUKUN DIABAIKAN?? Akan memicu kesalahpahaman disebabkan kekurangpengertian dan kekurangpenghargaan ? Akan memicu gesekan dan perselisihan sehingga menumbuhkan ketidaknyamanan.

Santun dan rukun bukan suatu kondisi yang datang tiba-tiba, tetapi suatu kondisi yang harus diupayakan dan diperjuangkan ? Upaya kita sebagai warga DIY untuk menjadikan santun dan rukun sebagai kebiasaan "pakulinan", antara lain berbekal pemahaman sebagai berikut:

SANTUN merupakan Kalimat pengingat

  1. Ajining diri gumantung ing lathi (Harga diri seseorang ditentukan oleh ucapan) Berikut ini sikap negatif yang terucap dari mulut.
  2. Ajining raga gumantung ing busana (Harga diri raga ditentukan oleh busana)

Jika dirumuskan secara sederhana,  kegiatan  mendidik  sebenarnya adalah kegiatan untuk menyiapkan  anak-anak menuju ke masa depan. Kita membekali anak-anak dengan pengetahuan yang benar. Kita melatih anak-anak untuk terdorong dan trampil melakukan perbuatan-perbuatan baik. Kita mengasah bakat dan memfasilitasi pengembangan minat-minat mereka. Semua itu kita lakukan untuk memastikan bahwa di kemudian hari anak-anak kita akan  hidup secara lebih efektif dan semakin baik. Oleh sebab itu, kegiatan mendidik menjadi sesuatu yang sangat fundamental. Pendidikan menjadi fundamental karena melalui kegiatan mendidik kita membentuk kehidupan anak-anak kita di masa depan. Terdorong oleh rasa cinta kepada anak-anak, kita berusaha untuk menjadikan anak-anak kita manusia seutuhnya, yang berkembang keseluruhan dimensi kehidupannya; baik kognitif, afektif, maupun psikomotoriknya. Melalui pendidikan  kita membuat anak-anak  mengenali dirinya, lingkungan hidupnya, serta mampu menentukan sikap serta perilaku yang dibutuhkan. Kegiatan mendidik dengan demikian merupakan kegiatan budaya. Anak kita kenalkan pada  budaya yang hidup agar di kemudian hari mereka mampu berdialog dengan kebudayaan dan sekaligus mengembangkannya.

Pendidikan sebagai dialog kebudayaan adalah cara untuk mengantar anak-anak kita menuju ke masa depan. Kita buat anak-anak berakar kuat pada budayanya, dan sekaligus pada saat yang sama, kita latih mereka untuk berdialog secara terbuka dengan budaya yang sedang berkembang. Jika pendidikan semacam ini dilakukan, maka dengan sendirinya kita membentuk sikap nyawiji, greget, sengguh ora mingkuh selaku perwujudan filosofi Hamemayu Hayuning Bawana. Kita akan menghasilkan anak-anak yang memiliki sikap percaya diri, mampu berkonsentrasi karena tidak mudah terpecah, sekaligus rendah hati dan penuh tanggung jawab. Warisan panjang kebudayaan  adalah modal yang baik untuk membaca, menjemput dan mewujudkan masa depan. Dengan memproyeksikan kekayaan pengalaman lampau ke masa depan,  setiap  pendidik akan menggenapi perannya  selaku mata rantai  kokoh, yang menjamin bahwa warisan kebudayaan leluhur  akan terus berkembang tanpa putus hingga  menjadi semakin sempurna. Dalam perubahan serba cepat yang terjadi sekarang ini,  banyak kita temui orang-orang yang mengalami kebingungan karena  kehilangan arah dan pegangan. Oleh sebab itu,  kesadaran akan  jati diri, melalui pengenalan sejarah hidup keluarga dan masyarakatnya, sangat dibutuhkan. Tanpa kesadaran tersebut, orang bisa   tercerabut dari akarnya dan terombang- ambing di tengah arus perubahan yang tidak menentu. Itulah mengapa budaya menjadi hal yang penting untuk  diperkenalkan.  Terlebih, anak-anak kita adalah generasi dengan mobilitas yang tinggi. Mereka berpergian  lebih sering, lebih jauh dan lebih cepat daripada generasi kita; baik di dunia nyata maupun virtual. Mereka menjelajah berbagai negeri di beragam penjuru  dunia, berjumpa dan bekerja sama dengan sebayanya dari  aneka suku bangsa, bahasa dan keyakinan yang berbeda. Bekal  budaya yang kita tanamkan dapat   memberinya identitas yang menjadikannya semakin percaya diri dalam  berkomunikasi dengan siapapun yang dijumpainya.  Sungguh beruntung, kita memiliki budaya luhur yang menjadikan kita orang Yogyakarta yang   Istimewa. Kita tumbuh dalam budaya santun yang mengedepankan prinsip-prinsip etis dalam perjumpaan dengan sesama manusia. Kita juga terlatih berkolaborasi mewujudkan kerukunan hidup bersama segenap  warga bangsa; tanpa memandang perbedaan latar belakangnya. Sikap santun dan rukun adalah modal berharga bagi anak-anak kita untuk mengarungi jaman selaku warga dunia. Dengan berbekal dua nilai utama tersebut,  anak-anak kita akan menjunjung tinggi nilai-nilai etis dan berkontribusi secara aktif dalam mewujudkan dunia sebagai rumah bersama bagi semua dimanapun mereka berada. Pandemi Covid-19 yang mengancam semua warga  dunia telah  menyadarkan kita bahwa tak seorangpun di dunia ini dapat hidup sendirian. Inilah waktunya membekali anak-anak kita sejak dini dengan nilai-nilai kesantunan dan kerukunan agar mereka semakin berdaya dan sanggup bekerjasama dengan semua saudara di dunia dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan bersama.  Oleh sebab itu saya ingin mengajak Bapak Ibu sekalian untuk memfokuskan diri pada pengembangan sikap santun dan rukun sebagai salah satu penanda budaya masyarakat Yogyakarta. Kita perlu bereksplorasi dan berkolaborasi untuk menemukan cara-cara yang lebih efektif dalam menumbuhkan nilai karakter tersebut pada diri anak-anak kita. Apa yang selama ini telah kita lakukan dalam pelaksanakan pendidikan budaya sungguh sangat berharga dan harus dilanjutkan. Namun bersamaan dengan itu saya ingin mengusulkan agar pengembangan nilai santun dan rukun semakin mendapatkan perhatian. Dalam konteks pendidikan nilai, kita tahu bahwa setiap nilai saling terkait dan mendukung satu-sama lain. Dengan begitu, fokus pada pengembangan nilai santun dan rukun bukan berarti meninggalkan nilai-nilai yang lain. Semua berkembang secara simultan, sekalipun nilai santun dan rukun menjadi fokus perhatian. Selanjutnya bahwa pendidikan nilai, karakter dan budi pekerti tidak pernah bisa berhenti hanya pada pengenalan teori belaka. Selain memperkenalkan pengertian, kita juga harus mendorong dan memotivasi anak-anak agar jatuh cinta pada hal-hal yang baik. Setelah pengenalan dan motivasi terbentuk, kita  harus melatihkan bagaimana cara yang efektif untuk berperilaku secara baik tersebut. Mengenal yang baik, menginginkan yang baik, dan mampu berperilaku baik adalah poros utama pendidikan nilai. Jika ketiganya dilakukan secara bersama dan seimbang secara terus menerus di setiap unit pendidikan, maka akan kita dapatkan serangkaian pembiasaan yang membentuk budaya sekolah. Terciptanya budaya di setiap sekolah yang mewujudkan nilai santun dan rukun, pada gilirannya akan menyosok citra budaya santun dan rukun di kalangan anak muda Yogyakarta. Demikian gambaran besar perjalanan pendidikan nilai yang saya usulkan untuk dilakukan bersama-sama; tidak saja di jenjang PAUD tapi semestinya juga SD, SMP, SMU-SMK, bahkan sampai di perguruan tinggi.

Saya sadar bahwa untuk mewujudkan cita-cita tersebut tidaklah sederhana dan mudah. Terlebih, karena saat ini kita berada pada jaman yang sungguh berbeda.  Kemajuan teknologi yang sangat cepat telah mengubah banyak sendi kehidupan kita. Sejumlah hal hilang dan hal-hal baru bermunculan. Semua ditujukan untuk  membuat hidup manusia menjadi semakin efektif dan mudah. Teknologi informasi dengan cepat menjadikan anak-anak kita warga dunia. Melalui gawai di tangannya mereka bisa berselancar ke berbagai negeri dan bertemu dengan beragam manusia dengan latar yang berbeda. Kita juga menyaksikan bagaimana teknologi  robotik dan kecerdasan artifisial mengubah praksis kehidupan sehari-hari. Perubahan kehidupan sedang bergerak dengan cepat. Tanpa kemampuan untuk mengikuti dan beradaptasi, kita dapat menjadi tua dan jauh tertinggal dibanding anak-anak yang kita dampingi. Saat ini saja, dalam hal penguasaan teknologi informasi, kita sudah sering merasa jauh tertinggal dibanding anak-anak kita. Tanpa kesedian belajar dan membuka diri, kita bisa semakin tertinggal dan terpinggirkan. Oleh sebab itu, diperlukan sikap keterbukaan dan kesediaan beradaptasi.  Tanpa keterbukaan dan kesediaan beradaptasi, kita akan  menjadi masyarakat yang terbelakang secara teknologi dan terkalahkan secara sosial ekonomi. Sehubungan dengan hal tersebut, saya mengusulkan agar dikembangkan  cara-cara baru dalam pendidikan nilai, karakter dan budi pekerti yang selaras dengan jiwa jaman. Anak-anak hidup dalam era teknologi digital. Mereka bahkan disebut digital native (warga dunia digital). Maka strategi dan metode pendidikan nilai budaya yang  secara maksimal menggunakan teknologi informasi modern tentu akan lebih selaras dengan cara hidup anak-anak kita. Selanjutnya bagaimanakah relasi guru-murid yang ideal dalam proses pendidikan budaya, nilai dan budi pekerti yang dibutuhkan? Saya sepakat dengan para ahli pendidikan yang mengatakan bahwa era sekarang ini lebih tepat digunakan pendekatan yang menempatkan murid sebagai pusat pembelajaran (student-centered learning). Guru adalah fasilitator yang membantu anak mengembangkan gairah rasa tahu mereka. Anak-anak perlu dirangsang agar banyak bertanya dan aktif mencari jawaban dengan bimbingan guru. Inilah pendidikan yang mencerdaskan itu. Alih-alih sekadar banyak menghafal pengetahuan yang seragam, anak mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya sedini mungkin. Oleh sebab itu,  pendidik  yang mencerdaskan adalah  pendidik yang mampu merawati gairah rasa ingin tahu anak; dengan mengajarkan  cara-cara bertanya yang baik dan menemani mereka mencari jawaban dari berbagai sumber pengetahuan.  Pendidikan akan memerdekakan jika  pendidikan mampu memekarkan bakat-bakat serta  minat individual anak. Sebaliknya, pendidikan tidak memerdekakan jika justru menghapus dan menenggelamkan kekhasan setiap anak  melalui berbagai bentuk penyeragaman. Pendidik disebut memerdekakan, jika mampu mengenali setiap perbedaan individual anak dan memberi jalan bagi masing-masing  potensi untuk berkembang. Dimana kekhasan individu anak dimekarkan, di situ benih-benih kebaharuan masa depan disemaikan. Sebaliknya, jika penyeragaman dan indoktrinasi dominan, maka kita hanya akan mengulang-ulang masa lalu tanpa pernah bergerak ke depan. Non multa sed multum ; bukan banyaknya jumlah pelajaran melainkan mutu dan kedalaman makna kegiatan belajarlah yang harus dikedepankan. Untuk dapat menghasilkan makna dalam setiap pengalaman belajar, para pendidik hendaklah mengembangkan relasi ajrih-asih kepada anak didiknya. Melalui istilah tersebut, Ki Hajar Dewantara ingin membuang jauh-jauh rasa hormat dan patuh seorang murid yang hanya diakibatkan oleh ketakutan akan mendapat hukuman. Sebagai gantinya, Ki Hajar mengharapkan agar dalam diri murid tumbuh rasa bhakti penuh hormat  pada sang guru karena begiru besar rasa kasihnya. Jika relasi ajrih asih ini terbentuk, saya yakin pendidikan nilai budaya, karakter dan budi pekerti akan lebih efektif terjadi. Nilai-nilai karakter  pertama-tama ditangkap anak-anak dari keteladanan guru dan orang tuanya. Jika anak-anak jatuh cinta pada gurunya, maka seluruh perilaku hidup si guru akan otomatis ditiru. Oleh sebab itu, saya ingin mengajak kita semua agar pertama-tama wewujudkan nilai santun dan rukun dalam peri hidup kita sehari-hari, agar anak-anak menangkap betapa indah dan baiknya nilai-nilai tersebut, karena menjadikan kita, bapak dan ibu guru mereka sungguh pantas dan layak untuk dicinta.  

Materi untuk narasumber kedua disampaikan oleh M Anggraini Adriani, MBA dari Pokja Ibu PAU DIY. Materi tersebut bertema Pendidikan Karkater Berbasis Budaya Yogyakarta.

Materi tersebut dapat disimpulkan bahwa proses mendidik siswa/peserta didik bertujuan agar terbiasa berperilaku baik  dan merasa  bersalah jika tidak melakukannya (punya kebiasaan)  dan dapat menumbuhkan nilai-nilai dan  perilaku  dari dalam (deteronomi – otonomi). Anak seharusnya diberikan tempat yaitu

Pendidik                            : memfasilitasi  proses bina diri oleh siswa sendiri

 Sekolah-Rumah               : menyediakan lingkungan yang ideal bagi habituasi yang

                                          kondusif untuk pengembangan karakter moral

Dengan Sikap santun dan rukun adalah modal berharga bagi anak-anak kita untuk mengarungi jaman selaku warga dunia. Dengan berbekal dua nilai utama tersebut,  anak-anak kita akan menjunjung tinggi nilai-nilai etis dan berkontribusi secara aktif dalam mewujudkan dunia sebagai rumah bersama bagi semua dimanapun mereka berada. Sikap santun dan rukun adalah modal berharga bagi anak-anak kita untuk mengarungi jaman selaku warga dunia.

Materi yang ketiga disampaikan oleh Drs Sutikno, dari Pokja Ibu PAUD DIY Memaparkan materi Santun dan Rukun Sebagai Nilai Karakter Utama Budaya Yogyakarta dengan simpulan sebagai berikut : Pendidikan karakter pada anak usia dini, bahwa memakai dasar 3A Asah Asih Asuh. Asah adalah Mendidik dengan tidak menakutkan dan tidak menakut-nakuti. Mendidik tidak sekedar menyampaikan materi pembelajaran/mata ajar, tapi dapàt membentuk pembiasaan- disiplin- kosentrasi dalam menyeimbangkan emosi anak dan Intelektual anak. Konsep dasar nilai santun tanpa perintah, paksaan dan hukuman Asih adalah Mendidik tanpa mengalahkan  atau menang dalam berinteraksi dengan anak didik, tetapi selalu bersikaplah yang menyenangkan/memerdekakan batin, pikiran dan tenaga anak. Berarti mendidik dengan penuh cinta-kasih perilaku rukun akan terjadi sayang- menyayangi juga antar peserta didik maupun bersama pendidiknya/pamong/guru.  Asuh Mendidik dengan penuh rasa peduli,  saling merindukan, yang berakibat antara peserta didik dengan pendidik dapat saling hidup yang bermanfaat, begitu juga antara peserta didik dengan beserta didik, terjadi lah sikap laku santun rukun. Sayang pada diri- teman- lingkungan.

Materi  yang keempat disampaikan oleh  Dr Yeni Triwahyuningsih, Psi, dengan tema materi Indikator Perilaku Santun Rukun pada AUD : Pendidikan Karakter Ki Hajar Dewantara, Menjadi manusia yang berjiwa merdeka  dan bermanfaat

  • Jiwa MERDEKA mengandung tiga unsur wajib : Mandiri – Tak terperintah - Tertib
  • KEMERDEKAAN yang dibatasi dengan KEMERDEKAAN ORANG LAIN.

Perkembangan moral adalah serangkaian perubahan yang dialami oleh individu dalam meningkatkan perilaku sesuai dengan nilai-nilai kehidupan sosialnya secara terus-menerus. Pendidikan moral bisa dilakukan dengan : Pendidikan Langsung (Mematuhi peraturan dari otoritas), Identifikasi/Modelling (Meniru perilaku seseorang yang dikagumi),  Trial & Error (Mencoba perilaku baik & buruk dan melihat respon lingkungan).

            Melalui pendidikan jiwa merdeka, jiwa mandiri ( berdaulat ), jiwa kesatuan dan persatuan, jiwa keadilan, dan jiwa kemakmuran itulah masyarakat tertib damai, salam dan bahagia akan terwujud. Jiwa-jiwa ituakan diterapkan dalamcara berfikir yang positif, berperasaan yang luhur dan indah, an cara berkemauan yang  mulia (budi) dan dilaksanakan dalam perbuatan (ekerti) yang luhur.  Swadisiplin itu kesadaran yang muncul dari dalam anak itu sendiri Santun budinya, Rukun  pakartinya  istimewa anaknya itulah DIY. Media yang mendidik dan memerdekakan itu ajining diri ono lathi karena media sastra akan membangun rasa damai.

Dengan Sikap santun dan rukun adalah modal berharga bagi anak-anak kita untuk mengarungi jaman selaku warga dunia. Dengan berbekal dua nilai utama tersebut,  anak-anak kita akan menjunjung tinggi nilai-nilai etis dan berkontribusi secara aktif dalam mewujudkan dunia sebagai rumah bersama bagi semua dimanapun mereka berada. Sikap santun dan rukun adalah modal berharga bagi anak-anak kita untuk mengarungi jaman selaku warga dunia.

Kegiatan ini merupakan implementasi PAUD HI Pencanangan PAUD HI hendaknya dapat terlaksana di daerah dengan dukungan pemerintah daerah, sehingga semua lembaga/satuan PAUD diharapkan dapat diterapkan PAUD Holistik Integratif. Dalam rangka implementasi PAUD  HI (PAUD Holistik Integratif) di Daerah Istimewa Yogyakarta untuk anak usia dini yang melandaskan pada pendidikan berbasis budaya terutama dalam pembudayaan (budaya sebagai metode pelaksanaan pendidikan) maka Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga akan memasukkan budaya santun dan rukun dalam proses pendidikan bagi anak usia dini. Kegiatan tersebut dituangkan dalam pelaksanaan kegiatan Sosialisasi Pengembangan Nilai Khas Santun dan Rukun Dalam Proses Pendidikan untuk Pendidik dalam Dalam Rangka Pengembangan Model Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)  di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal tersebut sesuai dengan konsep layanan PAUD holistik integratif ini meliputi pengembangan karakter, pengembangan aspek dalam bidang agama dan moral, motorik kasar dan halus, kognitif, serta bahasa dan sosial-emosional. Metode ini juga menekankan layanan kesehatan dan gizi, serta stimulasi. Selain itu, layanan PAUD ini memiliki konsep program berbasis keluarga dan komunitas.

Tujuan khusus kegiatan tersebut adalah tersusunnya Konsep Panduan Karakter Santun dan Rukun di Daerah Istimewa Yogyakarta Kegiatan Pendidikan Berbasis Budaya Dalam Rangka Pembinaan Muatan Lokal Tahun Anggaran 2022. Dalam panduan tersebut termuat bahwa santun dan rukun bagi anak usia dini di terapkan di proses pembelajaran bagi anak usia dini, dengan berpedoman kepada layanan pengembangan aspek dalam bidang agama dan moral bagi anak usia dini. 




0 Komentar

Untuk mengirimkan komentar silakan login terlebih dahulu!

INFORMASI TERKAIT

Kirim pertanyaan, saran, dan masukan anda kepada kami