Detail Publikasi Jurnal

0 komentar
Membumikan Budaya Satriya di Kalangan Pengawas Sekolah
blog
Keterangan & diskripsi gambar

Kewajiban Penerapan Budaya Satriya bagi Pengawas Sekolah
          Sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 72 Tahun 2008 tentang Budaya Pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta, pengawas sekolah  DIY sebagaimana semua aparat pemerintah lainnya diwajibkan melaksanakan budaya satriya.   Budaya satriya merupakan bentuk komitmen pemerintah DIY dalam mencapai keberhasilan transformasi birokrasi yang berbasis pada nilai-nilai kearifan lokal DIY, yaitu filosofi hamemayu hayuning bawana dan ajaran moral sawiji, greget, sengguh ora mingkuh serta dengan semangat golong gilig. Dengan demikian, melalui pelaksanaan budaya satriya pengawas sekolah juga diharapkan berkomitmen mencapai keberhasilan dalam melaksanakan program pendidikan di DIY. 
 
            Satu hal yang nampak secara fisik dalam pelaksanaan budaya satriya tersebut yaitu penyematan PIN pada seragam kerja pengawas dan guru setiap hari kerja, namun apakah budaya satriya sudah benar-benar dimaknai, dijiwai, dihayati, dan diamalkan di kalangan pengawas dan guru DIY? Jawaban pertanyaan ini tentu ada di kalbu masing-masing pengawas. Artikel ini ditulis merujuk pada Peraturan Gubernur Nomor 72 Tahun 2008 tentang Budaya Pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai wacana bagi guru dan pengawas agar dapat memahami sehingga mampu melaksanakan dengan sesungguhnya serta dapat menjadi agent of change dalam dunia pendidikan.
 
Memahami Filosofi Budaya Satriya
Landasan Filosofi Budaya Pemerintah Satriya seperti yang disebut dalam Peraturan Gubernur Nomor 72 Tahun 2008 tentang Budaya Pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah “Hamemayu Hayuning Bawana”, merupakan cita-cita luhur untuk mewujudkan tata nilai kehidupan masyarakat Yogyakarta berdasarkan nilai budaya. Hamemayu Hayuning Bawana mengandung makna sebagai kewajiban melindungi, memelihara serta membina keselamatan dunia dan lebih mementingkan berkarya untuk masyarakat daripada memenuhi ambisi pribadi. 
 
            Satriya memiliki 2 (dua) makna : 1) Satriya sebagai watak ksatriya yang memiliki sikap memegang teguh ajaran moral sawiji, greget, senggguh ora mingkuh dan semangat golong gilig; 
2) Satriya sebagai akronim dari Selaras, Akal budi luhur-jati diri, Teladan-keteladanan, Rela melayani, Inovatif, Yakin percaya diri dan Ahli profesional. 
 
          Sawiji, greget, senggguh ora mingkuh  berarti berkonsentrasi, semangat, percaya diri dan rendah hati dan bertanggung jawab. Golong gilig artinya semangat persatuan kesatuan antara manusia dengan Tuhannya dan sesama manusia. Sifat atau watak inilah yang harus menjiwai seorang aparatur dalam menjalankan tugasnya.
 
          Kata selaras mengandung arti bahwa dalam kehidupan sehari-hari selalu menjaga kelestarian dan keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhannya. Ada empat indikator dari nilai selaras ini yaitu: 1) Taqwa dan patuh taqwa  pada nilai-nilai ajaran agama, 2) Mencintai lingkungan hidup dengan peduli dan menjaga  lingkungan alam sekitar, 3) Memelihara kebersihan dan keindahan lingkungan kerja dan lingkungan hidup, dan 4) Menjaga hubungan yang harmonis dengan keluarga, rekan kerja dan masyarakat.
 
             Akal budi luhur-jati diri artinya keluhuran jatidiri seseorang merupakan pengejawantahan perikemanusiaannya. Kata kuncinya adalah budi luhur. Terdapat enam indikator yaitu: 1) Sadar akan rasa benar dan salah; 2) Menjunjung tinggi integritas (jujur dan dapat dipercaya); 3) Taat terhadap norma agama  dan hukum; 4) Menjunjung tinggi etika; 4) Berkomunikasi dengan santun dan bersedia menerima masukan; dan 6) Adaptif  terhadap perubahan.
 
             Kata teladan-keteladanan artinya dapat dijadikan anutan/sebagai teladan/contoh oleh lingkungannya. Kata kuncinya adalah keteladanan. Tiga indikator perilaku teladan: 1) Menjadi teladan dalam perilaku; 2) Menjalankan perannya secara adil dan arif bijaksana; dan 3) Menjadi pendorong kemajuan.
 
           Kata rela melayani mengandung arti memberikan pelayanan yang lebih dari yang diharapkan masyarakat. Kata kuncinya adalah kepuasan masyarakat. Tiga indikator perilaku: 1) Menempatkan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi atau kelompok; 2) Mengantisipasi kebutuhan masyarakat; dan 3) Membangun kerjasama yang produktif.
 
              Kata inovatif artinya selalu melakukan pembaharuan yang bersifat positif ke arah kemajuan individu dan kelompok. Kata kuncinya adalah pembaharuan. Tiga indikator perilaku yaitu: 1) Berkemauan keras untuk mencari dan menciptakan sesuatu yang baru menuju kemajuan; 2) Senantiasa belajar, baik secara individual maupun berkelompok untuk memperoleh materi pembaharuan; dan 3) Tidak bersikap egois dan tetap menjunjung tinggi etika.
 
            Yakin dan percaya diri artinya dalam melaksanakan tugas selalu didasari atas keyakinan dan penuh percaya diri bahwa apa yang dilaksanakan akan membawa kemajuan dan manfaat baik ke intern maupun ke ekstern. Kata Kuncinya adalah kemajuan dan manfaat.  Adapun indikator perilaku meliputi: 1) Selalu mengasah ketajaman rasa untuk memilih dan memilah jenis tugas dan pekerjaan yang diyakini akan membawa manfaat dan kemajuan yang positif; 2) Menjunjung tinggi azas kejujuran sebagai modal utama keyakinan dan percaya diri dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan; dan 3) Memegang teguh ajaran falsafah : sawiji, greget, sengguh, ora mingkuh (konsentrasi, semangat, percaya diri dengan rendah hati, dan bertanggung jawab). 
 
Ahli – profesional artinya mempunyai kompetensi, komitmen dan prestasi pada pekerjaanya. Kata kuncinya adalah kompetensi, komitmen dan prestasi.  Kata ahli – profesional memiliki sembilan indikator perilaku: 1) Bertanggung jawab terhadap pekerjaannya; 2) Mempunyai komitmen yang tinggi dalam melakukan pekerjaannya; 3) Dengan keahlian dan kecerdasan yang dimiliki selalu ingin mencapai yang terbaik; 4) Disiplin yang didasari ketulusan dan keikhlasan; 5) Cermat, tepat dan cepat; 6) Bertindak secara efektif dan efisien; 7) Mempunyai kreativitas dalam bekerja; 8) Bekerja mandiri dalam kebersamaan; dan 9) Berfikir jauh ke depan dengan melihat peluang inovasi.
 
Komparasi Budaya Satriya dan Kompetensi Pengawas
              Kompetensi yang harus dikuasai oleh pengawas ditetapkan dalam Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007. Apabila dikomparasikan antara budaya satriya dengan kompetensi pengawas maka hasilnya merupakan suatu budaya kerja yang sangat sinergis. Dalam Permendiknas Nomor 12 Tahun 2017 disebutkan 6 (enam) kompetensi pengawas meliputi:kepribadian, akademik, manajerial, evaluasi dan pendidikan, penelitian dan pengembangan, serta sosial. Kompetensi pengawas tersebut sangat relevan dengan nilai-nilai budaya satria. 
 
         Tabel Komparasi Nilai Budaya Sariya dan Kompetensi Pengawas
 

Budaya Satriya

(Pergub No. 72 Tahun 2008)

Kompetensi Pengawas

(Permendiknas No. 12 Tahun 2007)

Selaras

Kepribadian

Akal Budi Luhur-Jati Diri

Teladan-Keteladanan

Yakin dan Percaya Diri

Rela Melayani

Sosial

 

Inovatif

Akademik

Manajerial

Evaluasi pendidikan

Penelitian dan pengembagan

Ahli – Profesional

 

 
Implementasi Budaya Satriya dalam Ketugasan Pengawas
Hasil  komparasi nilai budaya satriya dan kompetensi pengawas di atas jelas menunjukkan bahwa nilai budaya satriya sangat relevan dengan keprofesian pengawas. Ketika nilai budaya satriya dilaksanakan dengan baik, dampak positif yang dihasilkan yaitu peningkatan kompetensi pengawas.  Nilai budaya satriya meliputi nilai selaras, akal budi luhur-jati diri, teladan-keteladanan, percaya diri, dan rela melayani sangat relevan dengan kompetensi kepribadian pengawas. Penjabaran kompetensi kepribadian pengawas dalam Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 lebih fokus pada nilai-nilai kepribadian yang harus dimiliki pengawas dalam melaksanakan tugas,  meliputi: 1) memiliki tanggungjawab sebagai pengawas satuan pendidikan, 2) kreatif dalam bekerja dan memecahkan masalah baik yang berkaitan, 3) kreatif dalam bekerja dan memecahkan masalah baik yang berkaitan dengan kehidupan pribadi maupun tugas-tugas jabatannya, 3) memiliki rasa ingin tahu ingin tahu akan hal-hal baru tentang pendidikan dan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang menunjang tugas pokok dan tanggungjawabnya , 4) Menumbuhkan motivasi kerja pada dirinya dan pada stakeholder pendidikan .  Kompetensi kepribadian pengawas Daerah Istimewa Yogyakarta akan lebih sempurna apabila pengawas mengimplementasikan nilai-nilai budaya satriya yang merupakan nilai luhur sesuai dengan budaya Yogyakarta.
 
           Seiring dengan penerapan pendidikan berbasis budaya dan komitmen pengawas dalam berperan serta menjaga keistimewaan Yogyakarta, sejauh ini, penerapan nilai budaya satriya yang berkaitan dengan kompetensi kepribadian pengawas sudah cukup bagus meskipun masih tetap harus ditingkatkan setiap saat. Penerapan nilai-nilai budaya satriya yang meliputi inovatif dan ahli-profesional perlu benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan bagi semua aparat pemerintah terutama pengawas dan guru. Dua nilai budaya satriya tersebut berkaitan dengan kompetensi akademik, manajerial,  evaluasi pendidikan, dan penelitian pengembangan. 
 
        Dalam menerapkan nilai inovatif  pengawas dituntut untuk berkemauan keras untuk mencari dan menciptakan sesuatu yang baru menuju kemajuan. Dinamika pendidikan yang selalu berkembang harus diimbangi dengan sikap pengawas yang dinamis dalam menerima perkembangan dan kemajuan. Misalnya, perkembangan Kurikulum 2013 yang disebut Kurikulum abad 21 menuntut pengawas untuk  senantiasa belajar, baik secara individual maupun berkelompok untuk memperoleh dan memahami materi tersebut. Guru memerlukan bimbingan dalam mengimplementasikan pembelajaran yang mengintegrasikan empat kompetensi (critical thinking, creativity, collaboration, and communication), kecakapan literasi, dan penguatan pendidikan karakter. 
 
        Contoh lain penerapan nilai inovatif dalam pelaksanaan supervisi manajerial, pengawas sebaiknya mengupdate perkembangan pendidikan dan implementasinya sehingga bisa mendampingi sekolah.  Untuk itu pengawas harus menguasai metode, teknik dan prinsip-prinsip supervisi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.  Untuk kelancaran tugas maka program kepengawasan disusun pada awal tahun berdasarkan analisiss hasil pengawasan tahun sebelumnya maupun visi-misi-tujuan dan program pendidikan di sekolah. Setelah melaksanakan ketugasan selanjutnya tugas pengawas memberikan laporan, mengevaluasi, dan merencanakan tindaklanjut. Dalam menghadapi tugas-tugas ini pengawas harus senantiasa mengikuti pembaharuan; dan tidak bersikap egois dan tetap menjunjung tinggi etika.
 
            Pengawas yang inovatif tidak hanya berkutat pada urusan administrasi belaka, namun bisa membantu sekolah dan guru dalam berinovasi. Sekolah perlu dibantu agar bisa berinovasi dan mengkreasi program keunggulan yang bisa mendongkrak mutu sekolah. Sekolah dikatakan bermutu apabila memenuhi standar. Dalam hal ini sekolah dinyatakan memenuhi standar nasional pendidikan (SNP) apabila memenuhi delapan SNP sesuai dengan UU  No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional yang menyatakan kriteria minimal sekolah di Indonesia. Selain itu sekolah dianggap bermutu apabila dapat memenuhi harapan pelanggan dan  stakeholders sesuai dengan yang dijanjikan sekolah. Inovasi pengawas sangat diperlukan dalam melakukan pendampingan dalam kegiatan pemenuhan mutu. 
 
Budaya satriya menuntut pengawas  memiliki sifat ahli-profesional. Pengawas dituntut bertanggung jawab dan mempunyai komitmen yang tinggi dalam melakukan pekerjaa yang meliputi supervisi akademik dan manajerial. Sesuai dengan Permendibud 143 Tahun 2013 tugas pokok pengawas dirinci sebagai berikut: 1) Menyusun program pengawasan; 2) Melaksanakan pembinaan guru; 3) Melaksanakan pembinaan kepala sekolah; 4) Memantau pelaksanaan delapan standar nasional pendidikan; 5) melaksanakan penilaian kinerja guru dan kepala sekolah; 6) melaksanakan evaluasi hasil kepengawasan; 7) Menyusun melaksanakan, dan mengevaluasi program pembimbingan dan pelatihan profesional guru di KKG/MGMP/MGBK dan sejenisnya , 8) Menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi program pembimbingan dan pelatihan profesional kepala sekolah di KKKS/MKKS dan sejenisnya. Dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut di atas diperlukan kedisiplinan yang didasari ketulusan dan keikhlasnan, cermat, tepat, dan cepat.
 
           Dalam penerapan nilai budaya satriya ahli-profesional, pengawas harus melakukan tugas dengan keahlian dan kecerdasan serta berusaha mencapai yang terbaik. Untuk mencapai hasil terbaik tentu saja pengawas harus bertindak secara efektif dan efisien. Menghadapi tantangan perkembangan zaman serta dinamika pendidikan, pengawas harus memiliki kreativitas dalam bekerja dan berfikir jauh ke depan dengan melihat peluang inovasi. Pengawas wajib melakukan pengembangan profesi berupa menyusun karya tulis ilmiah dan/atau penerjemahan/ penyaduran buku dan/atau karya ilmiah di bidang pendidikan formal/ pengawasan dan/atau membuat karya inovatif. 
 
               Reaksi negatif dan keputus-asaan pengawas terhadap regulasi yang mengatur tentang kenaikan pangkat  harus dihindari dan digantikan dengan tindakan positif dengan melakukan pengembangan keprofesian. Sesuai dengan kompetensi penelitian dan pengembangan yang disyaratkan bagi pengawas maka pengawas harus yakin terhadap kemampuannya untuk bisa melakukan pengembangan keprofesian yang dipersyaratkan pada penilaian angka kredit bagi kenaikan pangkatnya. Terlebih-lebih pada lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 143 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas dan Angka Kreditnya Bab XII diatur tentang pembebasan sementara, pemberhentian dan pengangkatan kembali dalam dan dari jabatan pengawas. Reaksi negatif terhadap regulasi tersebut hanya akan mengakibatkan keputus-asaan
 
               Indikator perilaku ahli-profesional harus dapat ditunjukkan pengawas dengan kemampuan bekerja mandiri dalam kebersamaan. Kebiasaaan berfikir terbuka (open-minded) harus dibangun. Dengan fikiran terbuka pengawas akan mampu mempelajari sesuatu yang baru secara bijak. Berdiskusi dengan teman, tukar pendapat merupakan langkah yang baik. Banyak belajar dan membaca. Pengawas harus menguasai materi sesuai dengan ketugasannya. Pengetahuan juga sangat penting agar pengawas merasa yakin bisa melakukan tugas dengan baik. Dengan membaca pengawas membuka cakrawala sehingga ia semakin berpikiran luas (broaden-minded). Pengawas harus melihat masalah dan perubahan sebagai suatu tantangan. Berlakunya Permendikbud 143 Tahun 2014 harus disikapi positif sebagai suatu tantangan. Siapkanlah rencana pengembangan keprofesian yang akan dilakukan dan hadapi dengan optimis. 
 
Agar termotivasi melakukan pengembangan keprofesian alangkah baiknya pengawas melakukan kompetisi secara sehat. Misalnya dengan mengikuti perlombaan pendidikan. Banyak sekali kesempatan mengikuti lomba antar pengawas. Keikutsertaan dalam perlombaan mempunyai arti yang sangat bermakna bagi perubahan. Dalam mempersiapkan lomba pengawas akan berusaha membuat karya dan melakukan tugas kepengawasan dengan baik. Pada arena perlombaan pengawas akan menemukan baik pengetahuan yang bermanfaat maupun kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki sehingga akan mewujudkan pengawas yang ahli-profesional.
 
 
Penutup
 
Dalam melaksanakan ketugasan sebagai aparat sipil Daerah Istimewa Yogyakarta, pengawas sekolah perlu segera membumikan nilai budaya satriya. Untuk membumikan budaya satriya di kalangan pengawas sekolah dapat diintegrasikan dengan peningkatan kompetensi pengawas sehingga dapat dilaksanakan dan dijiwai dengan sesungguhnya. Penerapan nilai-nilai budaya satriya yang masih dipermukaan perlu segera dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, berkonsentrasi, semangat, percaya diri dan rendah hati dan bertanggung jawab untuk mewujudkan kinerja pengawas yang inovatif, ahli-profesional. Nilai inovatif dan ahli-profesional menjadi tuntutan bagi pejabat fungsional, oleh karena itu menjadi urgensi untuk bisa dipenuhi. Sebagai agent of change pengawas sekolah harus memupuk semangat persatuan kesatuan antara manusia dengan Tuhannya dan sesama manusia. 
 
Penulis:
Reni Herawati, Pengawas SMA Kota Yogyakarta, Balai Dikmen Kota Yogyakarta 
 
Referensi:
Permendiknas No. 12 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Pengawas Sekolah
 
Peraturan Gubernur Nomor 72 Tahun 2008 tentang Budaya Pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta
 
Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 143 Tahun 2014 tentang Petunjuk  Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas dan Angka Kreditnya
 
UU  No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional
 


0 Komentar

Untuk mengirimkan komentar silakan login terlebih dahulu!

JURNAL LAINNYA

Kirim pertanyaan, saran, dan masukan anda kepada kami