Detail Publikasi Jurnal

0 komentar
Menyemai Benih Wirausahawan
blog
Keterangan & diskripsi gambar

Setidaknya dalam lima tahun terakhir  angka  pengangguran terbuka masih didominasi oleh para lulusan SLTA. Bahkan, berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional 2009 dari Badan Pusat Statistik terakumulasi sekitar 40,58%  dari jumlah total 9.394.515 jiwa.
Data itu menyiratkan, telah terjadi penumpukan calon tenaga kerja yang berketrampilan rendah, terutama dari sekolah non kejuruan. Mayoritas akan mengalami kesulitan besar dalam merebut peluang kerja di berbagai sektor formal, yang biasanya menuntut ketrampilan kerja ataupun latar belakang akademik lebih tinggi.
Akibatnya,  muncul persaingan keras dalam merebut  peluang kerja. Kondisi itu dipersengit dengan sikap para lulusan akademi atau universitas yang bersedia turun peringkat, bersaing  untuk merebutkan peluang kerja yang semestinya hanya cocok diisi oleh lulusan SLTA.

 Urgensi Pelatihan
Bila saja tren dominasi lulusan SLTA dalam komposisi angka pengangguran terbuka tetap terjadi dan jumlahnya makin meningkat, sementara jumlah peluang kerja makin tak sebanding, maka dapat dipastikan suasana kompetisi perebutan peluang kerja yang makin sengit akan menjadi-jadi. Tentu saja makin banyak para lulusan  yang harus bersikap lebih sabar dan  tabah lagi  dalam memperoleh peluang kerja.
Berpijak pada kondisi tersebut, sudah saatnya para pelajar digugah kesadarnya untuk menatap realitas masa depannya yang penuh dengan persaingan. Sekaligus membangun kesiapan mental dan  melatih ketrampilan dalam mengantisipasi kondisi terburuk menyempitnya lapangan kerja kelak.
Untuk itulah, para pelajar SLTA perlu dibekali ilmu dan seni kewirausahaan melalui sebuah program pelatihan yang paripurna. Sebuah pelatihan yang berupaya untuk mengenalkan dan menginternalisasi nilai-nilai dasar kewirausahaan. Sekaligus merangsang terbentuknya karakter pribadi yang kreatif, percaya diri, penuh optimisme, mampu mengambil resiko dan  berani menghadapi tantangan kehidupan.
Agar berbobot dan bersentuhan langsung dengan realitas kewirausahaan, pelibatan para praktisi sebagi mentor atau fasilitator merupakan sebuah keharusan. Sementara ini, tidak terlalu mendesak untuk mendatang mentor wirausaha tangguh berskala nasional sekaliber Ciputra atau Bob Sadino.
Akan tetapi, cukuplah dengan melibatkan para wirausahawan lokal, yang hampir selalu ada di setiap lingkungan kita. Baik itu seorang wirausaha kuliner, mebel, handicraft, jasa teknologi informasi, service centre, tanaman hias dan lainnya. Mereka seringkali memiliki pengalaman yang lebih membumi dan prespektifnya berparalel dengan kondisi di masing-masing daerah. Dengan demikian, kita bisa berharap banyak dengan keterlibatan mereka dalam membuka wawasan, memberikan arahan, membagi trik dan teknik bisnis kepada para pelajar SLTA.
Hanya saja upaya melibatkan para wirausahawan bukanlah pekerjaan gampang. Selain karena urusan pelatihan ini seringkali bukan menjadi concern mereka. Juga karena mereka adalah pribadi super sibuk dan business oriented. Untuk itulah seringkali dituntut adanya pendekatan personal yang  lebih intensif agar mampu membuka atensi dan membangkitkan kepedulian mereka terhadap eksistensi pelatihan kewirausahaan ini.
Memang, umunya mereka berprinsip time is money, tetapi tak semua kegiatan mereka selalu ditujukan  cari duit melulu. Jadi jangan pernah lelah untuk melakukan pendekatan personal.
Andaikata  mengalami kelangkaan mentor dari wirausahawan aktif, mungkin bisa mendekati para “veteran”. Mereka adalah para mantan wirausahawan yang bisnisnya sudah dialihkan ke anak-anaknya, pensiun dini ataupun telah alih profesi. Biasanya, sudah tidak sesibuk waktu dulu, sehingga  mungkin tersedia kesempatan melakukan  hal  yang akan memperkaya nilai kehidupan mereka.  
Upaya pelibatan para wirausahawan sebagai mentor, juga bisa dilakukan lewat hubungan baik dengan berbagai organisasi profesi semisal Hipmi, Apindo  dan lainnya. Hal ini akan  memperbesar peluang memperoleh mentor yang benar-benar kredibel dan sesuai dengan bidang usaha yang akan dijadikan obyek pengenalan dan pengembang kewirausahaan di kalangan pelajar.
Lebih jauh, mentor juga bisa diambil dari para guru sekolah yang  sukses sebagai seorang wirausahawan. Hal ini sebagai wujud apresiasi kepada keberanian dan integritas  pribadi  mereka yang berprofesi ganda. Seringkali kesuksesan orang-orang terdekat para pelajar – termasuk guru  – akan menjadi sangat inspiratif, sehingga memberikan stimulus positif dalam mengenal dan menekuni kewirausahaan.  

Dukungan
Mengingat nilai strategis dan urgensinya, pelatihan kewirausahaan di sekolah ini, haruslah memperoleh dukungan konkret dari kepala sekolah. Hal tersebut karena penyelenggaraannya pasti menkomsumsi banyak sumberdaya yang dimiliki sekolah, termasuk  waktu, dana, tenaga ataupun tempat.
Dukungan itu harus diwujutkan dalam  kebijakan yang kondusif bagi persemaian bibit wirausahawan unggul di sekolah. Semisal menjelmakan pelatihan kewirausahaan ke dalam wadah kegiatan ektrakulikuler dengan status dianjurkan diikuti bagi setiap pelajar.
Bisa juga dengan diintegrasikannya pelatihan kewirausahaan dengan kegiatan koperasi yang dikelola Osis. Dengan cara ini, para pelajar akan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan usaha yang sesungguhnya. Sebagai rintisan, salah satunya melibatkan mereka dalam kegiatan pengelolaan warung atau koperasi sekolah.
Hanya saja kegiatan ini kurang maksimal, bila di dalamnya hanya ada kegiatan  menata dagangan, melayani pembelian, menerima pembayaran dan mengurus pembukuan. Sebab,  pengalaman yang diperoleh cenderung sebagai seorang karyawan, bukan wirausahawan.
Padahal bila ingin membentuk karakter wirausahawan tulen, maka pelatihan yang diberikan haruslah berupa ketrampilan dasar berwirausaha. Sekaligus dikembangkannya potensi kreatifitas, inisiatif, kepemimpinan dan pengambilan keputusan
Untuk itu para pelajar perlu dilatih yang presisi sebagai seorang wirausahawan. Terutama pengenalan proses-proses bisnis yang paling mendasar. Termasuk dilatih dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi sebuah unit usaha. Juga dibina agar mampu  menganalisis secara cermat peluang dan resiko, sehingga tetap dapat mengambil keputusan berdasarkan informasi yang cukup terbatas.
Mereka pun layak diberikan  kesempatan, membentuk kelompok agar kemampuan komunikasi dan kepemimpinannya terasah. Setiap kelompok diberi keleluasaan mengimplementasi rencana bisnisnya. Tak lupa dipersilahkan melakukan promosional demi tercapainya target bisnis yang  dicanangkan.
Untuk meningkat gairah kewirausahaan, layak diadakan kompetisi antar kelompok dalam suatu kurun waktu tertentu, Tolok ukur penilaian bisa didasarkan besarnya kemampuan memperoleh labaataupun tingginya indeks kepuasan pelanggan yang dicapai .
 
Ekspektasi
Bila pelatihan kewirausahaan di sekolah mampu dikelola dengan baik, maka akan  memberikan dampak bagi para lulusan SLTA. Mereka memiliki kepercayaan diri yang tinggi, saat akan memasuki dunia kerja yang makin dipenuhi dengan pengangguran terdidik.
Mereka pun tidak perlu menunggu berlama-lama untuk mengapai sebuah pekerjaan. Berbekal pengalaman selama mengikuti pelatihan kewirausahaan, minimal akan mampu menciptakan peluang kerja bagi diri sendiri, tanpa harus tergantung pada  pihak lain.  
Akhirnya, semoga saja pelatihan itu mampu menghasilkan wirausahawan unggul yang siap menjadi lokomotif kemajuan perekonomian bangsa.(Y)


Yudianto
*Direktur Polibisnis WAH& Ketua Studi Perkotaan)


0 Komentar

Untuk mengirimkan komentar silakan login terlebih dahulu!

JURNAL LAINNYA

Kirim pertanyaan, saran, dan masukan anda kepada kami