Detail Publikasi Jurnal

0 komentar
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH DEMOKRATIS ORANGTUA DAN KECERDASAN EMOSI DENGAN KEMANDIR
blog
Keterangan & diskripsi gambar

Tahun Pelajaran 2011/2012
Oleh :Raden Rara Warsihatin
NIM :10091033


      Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi siswa tentang pola asuh demokratis orangtua dan kecerdasan emosi dengan kemandirian belajar siswa pada siswa kelas IX Sekolah Menengah Lanjutan Pertama 2 Kokap, Kulon Progo Yogyakarta tahun pelajaran 2011/2012. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX SMP N 2 Kokap Kulon Progo, yaitu berjumlah 94 siswa. Jumlah sampel ditentukan berdasarkan Tabel Penentuan Jumlah Sampel yaitu sebanyak 75 orang yang diperoleh dengan cara randomisasi.

      Data variabel Persepsi Siswa tentang Pola Asuh Demokratis Orangtua, Kecerdasan Emosi, dan Kemandirian Belajar diukur dengan skala Likert. Sebelum digunakan untuk mengumpulkan data, instrumen terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya dengan teknik korelasi item-total dan Alpha Cronbach. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan teknik analisis korelasi product-moment dan regresi linier untuk menguji hipotesis.

    >  Hasil analisis korelasi product-moment menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan antara Persepsi terhadap Pola Asuh Demokratis Orangtua dan Kemandirian Belajar pada siswa Kelas IX SMP N 2 Kokap Kulon Progo Yogyakarta dengan koefisien korelasi sebesar 0,454 (bertanda positif) dan signifikansi p = 0,000 (p < 0,01). Temuan penelitian juga menunjukkan hubungan positif dan signifikan antara Kecerdasan Emosi dan Kemandirian Belajar dengan koefisien korelasi sebesar 0,467 (bertanda positif) dan signifikansi p = 0,000 (p < 0,01). Koefisien korelasi ganda X1 dan X2 terhadap Kemandirian Belajar diperoleh sebesar R = 0,538 yang menunjukkan hubungan yang kuat antara persepsi pola asuh demokratis orangtua dan kecerdasan emosi dengan kemandirian belajar pada siswa Kelas IX SMP N 2 Kokap Kulon Progo Yogyakarta.

Kata kunci: Persepsi Siswa terhadap Pola Asuh Demokratis Orangtua, Kecerdasan Emosi, Kemandirian Belajar


PENDAHULUAN
    Era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang demikian cepat menuntut lembaga pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Peserta didik akan selalu dihadapkan pada situasi dinamika kehidupan yang terus berubah dan berkembang. Kecenderungan yang muncul di permukaan ini ditunjang oleh laju perkembangan teknologi dan arus gelombang kehidupan global yang sulit atau tidak mungkin untuk dibendung, mengisyaratkan bahwa kehidupan yang akan datang akan menjadi sarat pilihan yang rumit. Manusia akan semakin didesak ke arah kehidupan yang amat kompetitif. Andersen (1993) memprediksi situasi kehidupan semacam ini dapat menyebabkan manusia menjadi larut ke dalam situasi baru itu tanpa dapat menyeleksi lagi jika tidak memiliki ketahapan hidup yang memadai karena tata nilai lama yang telah mapan ditentang oleh nilai-nilai baru yang belum banyak dipahami.

    Situasi kehidupan semacam itu memiliki pengaruh kuat terhadap dinamika kehidupan siswa, apalagi secara psikologis, siswa tengah berada pada masa topan dan badai yang tengah mencari jati diri. Pengaruh kompleksitas kehidupan dewasa ini sudah tampak pada berbagai fenomena siswa yang perlu memperoleh perhatian pendidikan. Fenomena yang tampak akhir-akhir ini antara lain perkelahian antara pelajar, penyalahgunaan obat dan alkohol, reaksi emosional, yang berlebihan, dan berbagai perilaku yang mengarah pada tindak kriminal.

    Menurut Asrori (2007), dalam konteks proses belajar, gejala negatif dari kompleksitas kehidupan di atas adalah kurangnya kemandirian dalam belajar yang berakibat pada gangguan mental setelah memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, kebiasaan belajar yang kurang baik, yakni tidak tahan lama dan baru belajar setelah menjelang ujian, membolos, menyontek, dan mencari jawaban dari teman, mencari kebocoran soal ujian. Problem siswa di atas, yang merupakan perilaku-perilaku reaksif, semakin meresahkan jika dikaitkan dengan situasi masa depan siswa yang diperkirakan akan semakin kompleks dan penuh tantangan. Menurut Tilaar (1987), kompleksitas tantangan masa depan memberikan dua altematif: pasrah kepada nasib atau mempersiapkan diri sebaik mungkin. Misi pendidikan yang juga berdimensi masa depan tentunya menjatuhkan pilihannya pada alternatif kedua. Artinya, pendidikan mengemban tugas untuk mempersiapkan siswa dimasa depan agar kelak menjadi manusia berkualitas dan memiliki kemandirian yang tinggi.

    Holstein (1987) menegaskan bahwa kemandirian belajar itu merupakan keharusan dalam proses pembelajaran dewasa ini, sejauh pelajaran itu diarahkan kepada hari depan pelajar, yang dengan nyata dapat dilihat dalam keluarga dan masyarakat. Belajar mandiri bukan berarti belajar sendiri tetapi yang terpenting adalah siswa mempunyai sikap untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan belajar tanpa bantuan orang lain, disiplin, inisiatif, kreatif, progresif, ulet, dan percaya diri. Kemandirian belajar pada seseorang dapat dilihat dari aspek-aspek yang dikemukakan oleh Masrun (1986) yang meliputi aspek-aspek adanya kebebasan atau niat belajar sendiri tanpa diperintah, inisiatif dalam mengerjakan tugas, progresif dan ulet, memiliki pengendalian dari dalam, memiliki kemantapan diri dalam belajar, mampu mengerjakan tugas-tugas rutin, mampu mengatasi masalah, memiliki rasa percaya diri, mengarahkan tingkah lakunya menuju kesempurnaan, dan memperoleh kepuasan dari usahanya.

    Dalam kenyataannya, masih banyak siswa yang mempunyai kemandirian belajar rendah. Hal ini yang ditunjukkan oleh kurangnya rasa tanggung jawab siswa dalam belajar dan mengerjakan tugas, kurang ulet saat menghadapi kesulitan belajar, kurang kreatif dalam mengerjakan tugas dan kurangnya rasa percaya diri. Hasil wawancara pra-penelitian dengan 10 dari 98 siswa kelas IX di SMP N 2 Kokap Tahun Ajaran 2011/2012 pada tanggal 28 Maret 2012, pukul 11.00 di ruang BK SMP N 2 Kokap memberikan gambaran awal bahwa terdapat sebagian siswa yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah, kurang memperhatikan saat guru menerangkan pelajaran, kurang semangat dalam belajar, dan tidak memiliki motivasi kuat untuk mencapai prestasi tinggi. Hal seperti ini menjadi tugas pendidikan di sekolah dengan mengelola proses pendidikan secara professional, mengarahkan siswa agar mandiri dan tidak tergantung pada orang lain dalam belajar dan mengerjakan tugas, dan punya sifat kreatif, ulet, tanggung jawab, serta inisiatif guna menuju berhasilan dalam belajar dan pada akhimya siswa mampu mempersiapkan diri dengan mudah masuk ke dunia sekolah yang lebih tinggi, dengan banyak prestasi yang diperoleh. Kehidupan yang semakin kompleks menuntut manusia untuk lebih kreatif, ulet, dan usaha untuk menjadi manusia yang mandiri, dapat mengambil inisiatif, mampu mengatasi kesulitan-kesulitan serta melakukan hal-hal untuk dirinya sendirinya.

    Karena itu, kemandirian belajar siswa kelas IX di SMP penting, sebab adanya kemandirian belajar yang tinggi pada siswa akan membawa siswa pada kehidupan mental yang lebih baik dalam mengambil sikap dan merespons dan mencari jalan keluar dari persoalan-persoalan akibat tuntutan dan tugas belajar bagi para siswa. Salah satu tugas yang sekarang dihadapi oleh para siswa kelas IX adalah mempersiapkan diri untuk menghadapi Ujian Nasional. Tingkat Kelulusan Ujian Nasional di SMP N 2 Kokap Tahun Ajaran 2011/2012 masih belum mencapai 100%. Kemandirian belajar peserta Ujian Nasional di SMP N 2 Kokap masih kurang terlihat dari rendahnya kesadaran dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi Ujian Nasional, yang dalam hal ini masih tergantung pada dorongan dari orangtua dan guru.

        Tujuan dari penelitian ini adalah:

  1. Mengetahui hubungan antara persepsi pola asuh demokratis orangtua dengan kemandirian belajar siswa.
  2. Mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan kemandirian belajar siswa.
  3. Mengetahui hubungan antara persepsi pola asuh demokratis orangtua dan kecerdasan emosi dengan kemandirian belajar siswa.



        Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 2 Kokap kelas IX Tahun Pelajaran 2012/ 2013 berjumlah 94 siswa.

        Kegiatan Penelitian dilaksanakan dalam waktu satu bulan yaitu bulan Desember 2012. Sebelum penelitian dilaksanakan diadakan uji coba instrumen penelitian yaitu 1 minggu sebelum penelitian dilaksanakan pada siswa SMP Negeri 2 Temon berjumlah 34 siswa kelas IX. Pelaksanaan pada tanggal 12 Desember 2012. Untuk pelaksanaan penelitian dilaksanakan 3 hari dalam 1 minggu yaitu hari Selasa, Rabu dan Kamis pada kelas IX siswa SMP Negeri 2 Kokap pada jam 10.00-11.00 WIB.

METODE

        Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1.    Variabel tergantung: Kemandirian Belajar Siswa
    Variabel bebas: (a) Persepsi Siswa terhadap Pola Asuh Demokratis Orangtua, (b). Kecerdasan Emosi

        Persepsi siswa terhadap pola asuh demokratis orangtua adalah penilaian dan interpretasi anak terhadap pengasuhan orangtua yang ditandai dengan adanya: komunikasi dua arah, norma dan nilai, kasih sayang dan sikap tegas dari orangtua, perhatian dan kontrol, serta pemenuhan kebutuhan.

        Variabel ini diukur dengan skala pola asuh demokratis orangtua yang disusun peneliti sendiri berdasarkan aspek-aspek pola asuh demokratis yang dikemukakan oleh Baumrind dan Black (dalam Steinberg, 2002) dan Krisnawati (dalam Zahro, 2000). Skor yang tinggi pada skala ini menunjukkan bahwa pola asuh orangtua dipersepsi demokratis oleh anak. Sebaliknya, skor yang rendah menunjukkan bahwa pola asuh orangtua dipersepsi kurang demokratis oleh anak.

        Kecerdasan emosi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengelola emosinya secara baik, yang ditandai adanya kemampuan berkesadaran diri, kemampuan memotivasi diri sendiri, kemampuan berempati, kemampuan dalam penguasaan diri sendiri, dan kemampuan dalam berinteraksi sosial.

        Variabel kecerdasan emosi diukur dengan skala kecerdasan emosi yang disusun oleh peneliti sendiri berdasarkan aspek-aspek kecerdasan emosi yang diambil dari teori Golemen (2006) tentang kecerdasan emosi. Skor tinggi pada skala kecerdasan emosi menunjukkan bahwa subjek yang diteliti menunjukkan tingkat kecerdasan emosi yang tinggi. Sebaliknya, skor rendah pada skala kecerdasan emosi menunjukkan bahwa subjek yang diteliti menunjukkan tingkat kecerdasan emosi yang rendah.

        Kemandirian belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa yang ditandai dengan adanya kebebasan belajar tanpa paksaan dari orang lain, memiliki inisiatif belajar, progresif dan ulet dalam belajar, serta memiliki pengendalian diri dari dalam untuk membuatnya mandiri dalam proses belajar dan mengerjakan tugas-tugas sekolahnya.

        Kemandirian belajar diukur dengan skala kemandirian belajar yang disusun oleh peneliti sendiri berdasarkan aspek-aspek kemandirian belajar dari Masrun (1986). Skor yang tinggi pada skala kemandirian belajar menunjukkan bahwa subjek yang diteliti memiliki tingkat kemandirian belajar yang tinggi, sementara itu, skor yang rendah menunjukkan tingkat kemandirian belajar yang rendah dari subjek.

        Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala, karena atribut psikologis tidak dapat diukur secara langsung. Atribut psikologis harus diukur secara tidak langsung, melalui respons yang dibuat oleh subyek pada waktu subyek dihadapkan pada perangsang tertentu (Suryabrata, 2004). Respons yang diperlukan dalam pengukuran psikologis adalah respon jenis ekspresi sentimen (expression of sentiment), yaitu jenis respons yang tak dapat dinyatakan benar atau salah, atau sering kali dikatakan semua respons benar menurut alasannya masing-masing (Suryabrata, 2004).

    Azwar (2006) menyatakan bahwa metode skala digunakan untuk mengumpulkan data karena memiliki beberapa karakteristik, yaitu :

1. Stimulus berupa pertanyaan dan pemyatan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur, melainkan mengungkap indikator perilaku dart atribut yang bersangkutan.

2. Skala psikologi selalu berisi banyak item sehingga jawaban subyek terhadap satu item baru merupakan bagian banyak indikasi mengenai atribut yang hendak diukur, sedangkan kesimpulan akhir sebagai diagnosis baru dapat dicapai bila sennua item telah direspon.

3. Respon subyek tidak diklarifikasikan sebagai jawaban "benar" atau "salah". Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh. Jawaban yang berbeda akan diinterpretasikan berbeda juga.


       Di dalam penelitian, data yang diperoleh tidak dapat digunakan begitu saja, data tersebut harus diolah lebih lanjut agar dapat memberi rangkuman keterangan yang tepat dan dapat dipahami.


        Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik statistik, karena teknik ini merupakan teknik untuk mengumpulkan, menyusun, menyajikan serta menganalisa data penelitian yang berwujud angka. Hal ini merupakan dasar yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mencari kesimpulan yang benar (Hadi, 1996).


HASIL

        Hasil analisis menunjukkan dominasi kategori (tinggi) untuk ketiga variabel yang diteliti, yaitu Persepsi terhadap Pola Asuh Demokratis Orangtua, Kecerdasan Emosi, dan Kemandirian Belajar, berturut-turut sebesar 46 (61,3%), 56 (74,7%), dan 38 (50,7%).


Hasil pengujian hipotesis dengan korelasi product moment menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara variabel Persepsi terhadap Pola Asuh Demokratis Orangtua dan Kemandirian Belajar pada Siswa Kelas IX SMP N 2 Kokap Kulon Progo Yogyakarta. Berarti hipotesis 1 pada penelitian ini diterima dan terdukung oleh temuan penelitian.


Hasil pengujian berikutnya juga menunjukkan menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara variabel Kecerdasan Emosi dan Kemandirian Belajar pada Siswa Kelas IX SMP N 2 Kokap Kulon Progo Yogyakarta. Berarti hipotesis 2 pada penelitian ini diterima dan terdukung oleh temuan penelitian.


Secara bersama-sama kedua variabel X1 dan X2 juga memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap variabel Y (Kemandirian Belajar) pada Siswa Kelas IX SMP N 2 Kokap Kulon Progo Yogyakarta. Dengan demikian, hipotesis 3 dapat diterima dan terdukung oleh temuan penelitian.


KESIMPULAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil analisis data penelitian tentang hubungan antara Persepsi terhadap Pola Asuh Demokratis Orangtua dan Kecerdasan Emosi dengan Kemandirian Belajar pada Siswa Kelas IX SMP N 2 Kokap Kulon Progo Yogyakarta, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1.    Terdapat hubungan signifikan dan positif antara variabel Persepsi terhadap Pola Asuh Demokratis Orangtua dan Kemandirian Belajar. Lingkungan adalah salah satu faktor yang menentukan proses perkembangan siswa. Lingkungan menjadi tempat yang baik bagi terjadinya interaksi antara orang tua dan siswa. Pola asuh orangtua memegang peranan yang penting dalam proses perkembangan siswa, salah satunya adalah perkembangan yang berkaitan dengan kemandirian siswa. Lingkungan adalah tempat pertama kali seorang anak mendapat asuhan dan pendidikan. Apa yang didapat anak di lingkungan akan menjadi pondasi bagi proses pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak, termasuk dalam hal kemandirian belajar.

2.   Terdapat hubungan signifikan dan positif antara variabel Kecerdasan Emosi dan Kemandirian Belajar. Penelitian ini menegaskan bahwa siswa yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi dan dididik dalam lingkungan pola asuh demokratis akan memiliki kemandirian yang tinggi dalam belajar dan penuh tanggung jawab. Siswa yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi akan lebih mampu menyerap ilmu pengetahuan dan moral yang diajarkan di bangku pendidikan sehingga siswa akan lebih siap menghadapi masa depan. Temuan ini sesuai dengan temuan-temuan penelitian terkini yang menegaskan bahwa keterampilan sosial dan emosi lebih penting bagi keberhasilan hidup ketimbang kemampuan intelektual. Siswa yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi akan lebih mampu menyerap ilmu pengetahuan dan moral yang diajarkan di bangku pendidikan sehingga siswa akan lebih siap menghadapi masa depan.

3.    Secara bersama-sama (simultan) kedua variabel bebas (Persepsi terhadap Pola Asuh Demokratis Orangtua dan Kecerdasan Emosi) memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap Kemandirian Belajar Siswa Kelas IX SMP N 2 Kokap Kulon Progo Yogyakarta. Lingkungan keluarga yang menampilkan pola asuh demokratis dan anak yang memiliki kecerdasan emosi tinggi tentu akan bersinergi dalam menumbuh-kembangkan kepribadian siswa yang memiliki kemandirian belajar pada siswa.


SARANDari hasil penelitian dapat disampaikan beberapa saran sebagai berikut:

1.     Persepsi terhadap Pola Asuh Demokratis Orangtua terbukti memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan kemandirian belajar. Para orang tua perlu memahami dan meningkatkan hubungan Persepsi terhadap pola asuh demokratis guna meningkatkan pemahaman kemandirian belajar siswa.

2.    Kecerdasan Emosi juga terbukti memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan kemandirian belajar. Pihak orangtua siswa dan sekolah perlu terus mengembangkan kecerdasan emosi pada anak dengan memberikan bimbingan dan pelatihan yang menekankan pada aspek-aspek kecerdasan emosi seperti kesadaran diri yang mencakup kejujuran, integritas; kemampuan memotivasi diri sendiri yang mencakup ketekunan, optimisme, dan realisme, kemampuan berempati; kemampuan menguasai diri yang mencakup kemampuan dalam memecahkan masalah, komunikasi, dan pengendalian emosi; serta kemampuan berinteraksi sosial yang mencakup kemampuan bersosialisasi, humor, persahabatan, dan tatakrama.
DAFTAR PUSTAKA


Andersen, S. M. (1993). "Future Events Schemes and Certainty about the Future: Automaticity in Depressive Future Event Predictions." Journal of Personality and Social Psychology, 63, 711-723.

Anton (1994). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Antono (2012). Jurnal: Kontribusi Layanan Informasi Bimbingan Belajar dan Kecerdasan Emoisonal terhadap Kemandirian Belajar. Universitas Negeri Islam Maulana Malik Ibrahim.

Asrori, M. (2007). Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV. Wacana Prima.

Barnadib, I. (1996). Pendidkan Baru. Yogyakarta: Andi Offset

Basri, H. (1993). Psikologi Sosial. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Bell & Gresdler. M. (1991). Belajar dan Membelajarkan. Alih Bahasa oleh: Munandir. Jakarta: PAU-UT dan Rajawali Press.

Cooper, S. (1998). Cerdas dab Cemerlang. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. .

Dagun, S.M. (2002). Psikologi Keluarga: Peranan Ayah dalam Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta. .

Gerungan, W. (1998). Psikologi Sosial. Jakarta: Grafika Aditama.

Ghozali, I. (2006). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Ba dan Penerbit UNDIP. .

Ginott (1997). Bimbingan dan Penyuluhan.Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM. .

Goleman, D. (2006). Emotional Intelegence (Kecerdasan Emosional). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. .

Gottman, J. (2001). Kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional (Terjemahan). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. .

Greadler, M. (1989). Learning and Instruction: Theory to Practice. New York: MCMillan Publishing Company. .

Gunarsa, S. (1995). Psikologi Anak Bermasalah. Jakarta: Gunung Mulia. .

Habibi, Y. (2009). Jurnal: Hubungan Kecerdasan Emosional terhadap Kemandirian Belajar Siswa Jurusan IPS Al-Hidayah. Universitas Negeri Islam Maulana Malik Ibrahim. .

Hadi, S. (1996). Metodologi Research Jilid I,II,III. Yogyakarta: Andi Offset.

Hair, J. (1998). Multivariate Data Analysis. New Jersey: Prentice Hall. .

Hetherington, I.M.E. (1986). Child Development. New York: McGrawHill. .

Holstein, H. (1987). Murid Belajar Mandiri: Situasi Belajar Mandiri dalam Pelajaran Sekolah. Judul asli "Schuler Lernen Selbstandig: Situationen Lernens im Schulunterricht." Alih bahasa oleh Soeparmo. Bandung: Remadja Karya. .

Hurlock, E.B. (2001). Faktor-faktor Anak dan Pengaruhnya. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Hurlock, E.B. (2001). Psikologi Perkembangan: Suatu Kedekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. .

Indrawati, E.Y. (2002). Pengaruh Pola Asuh Orangtua terhadap Kemandirian Remaja. Malang: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang. .

Kartono, K. (1985). Kepribadian Siapakah Saya. Jakarta: CV. Rajawali. .

Kaswandi, E.M.K. (1993). Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000. Jakarta: Rasindo. .

Lippe, A.V. & Skone, E. (1998). Personality Development in Adolescence. New York: A Cross National and Life Span Perspective. .

Masrun (1986). Cara Belajar yang Mandiri dan Sukses. Jakarta: Rineka Cipta.

Munandar, S.C.U. (1999). Kreativitas dan Keberkatan: Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: Gramedia.

Mussen, P.H. (1989). Perkembangan dan Kepribadian Anak. Alih Bahasa oleh: F. X. Budianto, Gianto Widianto dan Arum Gayatri. Jakarta: Penerbit Arcan.

Nawawi (1992). Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Liberty.

Oetama, J. (1990). Psikologi Umum. Bandung.IKI.

Purwanto (1986). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. .

Saifuddin, A. (2001). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Saifuddin, A. (2001). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. .

Semiawan, C. (1999). Peningkatan Kemampuan Manusia. Jakarta: Grasinda. .

Shapiro (1998). Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak. Judul Asli: How to Raise a Child with a High E. Q.: Parents Guide to Emotional Intelligence. Alih bahasa oleh: Alex Tri Kuncoro, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. .

Shapiro (2003). Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak. Judul Asli: How to Raise a Child with a High E. Q.: Parents Guide to Emotional Intelligence. Alih bahasa oleh: Alex Tri Kuncoro, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. .

Slameto (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Steinberg, L. (2002). Adolescence. New York: McGraw Hill Inc. .

Stendler, M. (1994). Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Raja Grafido.

Sugiyono (2007). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Penerbit Alfabeta..

Suharsono, J.T. (2009). "Hubungan Pola Asuh Orangtua terhadap Kemampuan Sosialisasi pada Anak Prasekolah di TK Pertiwi Purwokerto Utara." The Soedirman Journal of Nursing, Volume 4, No. 3, November 2009. .

Sukadji, S. (1986). Ceramah Psikologi Remaja bagi Guru dan Kepala Sekolah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. .

Sumaatmadja, N. (2001). Metodologi Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Surya, M. ( 1998). Psikologi Umum. Bandung: Grafika. .

Suryabrata, S. (2008). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali. .

Sutton, S. (1983). Child Psychology. New York: Appleton Century Craft. .

Suyati (2012). Jurnal: Hubungan Kecerdasan Emosional dan Kemandirian Belajar dengan Prestasi Belajar. Jombang: UNIPDU. .

Tilaar, H.A.R. (1987). Futurisme dan Pengambilan Kebijakan Pendidikan Menyongsong Abad 21. Jakarta: Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Perencanaan Pendidikan IKIP Jakarta. .

Tri, R. A. (2012). "Hubungan Kecerdasan Emosional dan Kemandirian Belajar pada Siswa Kelas XI Jurusan Otomotif SMK Muhammadiyah I Moyudan Sleman." Jurnal. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. .

Triton (2006). SPSS 13.0 Terapan: Riset Statistik Parametrik. Yogyakarta: Penerbit Andi. .

Walgito, B. (2001). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Zahro,I.(2000). Komponen-komponen Pembelajaran. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.


0 Komentar

Untuk mengirimkan komentar silakan login terlebih dahulu!

JURNAL LAINNYA

Kirim pertanyaan, saran, dan masukan anda kepada kami